Anak perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) tidak otomatis menjadi BUMN, meskipun induknya adalah BUMN. Status sebagai BUMN ditentukan oleh kepemilikan saham mayoritas (minimal 51%) oleh negara. Berikut penjelasannya:
Definisi BUMN
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, BUMN adalah:
“Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
Status Anak Perusahaan BUMN
Jika anak perusahaan tersebut seluruh atau sebagian besar sahamnya (minimal 51%) dimiliki langsung oleh negara, maka anak perusahaan tersebut dianggap sebagai BUMN.
Jika saham anak perusahaan tersebut dikuasai oleh induk perusahaan (BUMN) dan bukan langsung oleh negara, maka anak perusahaan tersebut bukan termasuk BUMN, melainkan dianggap sebagai perusahaan swasta meskipun dikendalikan oleh BUMN.
Contoh Kasus:
- PT Pertamina (Persero) adalah BUMN karena sahamnya 100% dimiliki oleh negara.
- **PT Pertamina Hulu
Anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak otomatis berstatus sebagai BUMN. Status BUMN ditentukan oleh kepemilikan saham langsung oleh negara, bukan melalui entitas lain. Berikut adalah referensi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait status hukum anak perusahaan BUMN:
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN
Pasal 1 angka 1 mendefinisikan BUMN sebagai:
“Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/2012
Pasal 1 angka 5 menjelaskan bahwa anak perusahaan BUMN adalah:
“Perseroan terbatas yang sahamnya lebih dari 50% dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan secara langsung oleh BUMN.”
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019
Dalam putusan ini, MK menyatakan bahwa:
“Anak perusahaan BUMN tidak dapat didefinisikan sebagai BUMN, melainkan tetap berstatus sebagai anak perusahaan BUMN (perseroan terbatas biasa) karena didirikan melalui penyertaan saham yang dimiliki oleh BUMN.”
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XIX/2021
MK menegaskan bahwa meskipun anak perusahaan BUMN bukan BUMN, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tetap memiliki kewenangan untuk memeriksa keuangan negara yang ada di dalam anak perusahaan BUMN.
Dengan demikian, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan putusan MK tersebut, anak perusahaan BUMN tidak memiliki status sebagai BUMN. Namun, BPK tetap berwenang memeriksa keuangan negara yang terdapat dalam anak perusahaan BUMN.
Para ahli hukum memiliki pandangan yang beragam mengenai status anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berikut beberapa pendapat yang dapat dijadikan referensi:
Dr. Dian Puji N. Simatupang
Dalam diskusinya, Dr. Dian menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN merupakan entitas hukum yang mandiri dan terpisah dari BUMN induknya. Ia menekankan bahwa meskipun anak perusahaan tersebut dimiliki oleh BUMN, secara hukum mereka dianggap sebagai badan hukum yang berdiri sendiri.
Situs Hukumonline menjelaskan bahwa anak perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sahamnya lebih dari 50% dimiliki oleh BUMN atau yang dikendalikan secara langsung oleh BUMN. Dengan demikian, modal anak perusahaan BUMN berasal dari keuangan internal BUMN, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai BUMN.
Sebuah penelitian di Universitas Indonesia menyimpulkan bahwa anak perusahaan BUMN bukan berstatus sebagai BUMN. Penelitian ini menekankan bahwa anak perusahaan merupakan entitas yang mandiri karena ia merupakan subjek hukum yang berbentuk badan hukum.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 21P/HUM/2017
Sebaliknya, dalam putusan ini, Mahkamah Agung menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN tetap dianggap sebagai BUMN karena mereka berperan sebagai perpanjangan tangan dari induk perusahaan dalam mengelola kekayaan negara.
Pandangan Pakar Hukum Lainnya
Beberapa pakar hukum berpendapat bahwa meskipun anak perusahaan BUMN memiliki saham yang sebagian besar dimiliki oleh negara melalui BUMN, status hukum anak perusahaan tetap terpisah dari BUMN sebagai induk perusahaan. Hal ini berarti bahwa anak perusahaan tetap dianggap sebagai badan hukum yang berdiri sendiri, meskipun kontrol operasional dan kebijakan strategis sering kali diatur oleh induk perusahaan.
Dengan demikian, meskipun terdapat perbedaan pendapat, banyak ahli hukum yang cenderung melihat anak perusahaan BUMN sebagai entitas hukum yang terpisah dan tidak otomatis berstatus sebagai BUMN.
Hengki Kristian Siahaan, S.T., S.H., M.H.