Prosedur pemberian Surat Peringatan (SP) diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan peraturan turunannya, khususnya terkait pelanggaran disiplin kerja atau pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB). Berikut adalah prosedur umumnya berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan aturan turunan lainnya:

1. Dasar Pemberian Surat Peringatan

2. Jenis dan Tahapan Surat Peringatan

Pemberian surat peringatan biasanya dilakukan secara bertahap, sebagai berikut:

a. Surat Peringatan I (SP I)

b. Surat Peringatan II (SP II)

c. Surat Peringatan III (SP III)

3. Proses Pemberian Surat Peringatan

Pemeriksaan internal

Penyampaian Surat Peringatan

Dokumentasi

4. Konsekuensi Setelah SP III

5. Ketentuan Penting

Jika di tempat kerja ada PKB atau PP yang mengatur pemberian SP, maka ketentuan dalam PKB atau PP tersebut yang berlaku selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Secara umum, pemberian surat peringatan (SP) pertama dan terakhir secara bersamaan tidak dibenarkan dalam ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, terutama merujuk pada Pasal 161 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berikut penjelasannya:

1. Prinsip Bertahap dalam Pemberian SP

2. Pengecualian dalam Kasus Pelanggaran Berat

Perusahaan dapat langsung memberikan SP terakhir (atau langsung melakukan PHK) tanpa melalui tahapan SP jika pekerja melakukan pelanggaran berat yang diatur dalam:


Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Ketentuan Pasal 158 (UU) Ketenagakerjaan) yang mencakup pelanggaran berat seperti:

3. Jika Tidak Ada Pelanggaran Berat

Jika pelanggaran yang dilakukan bukan termasuk pelanggaran berat, maka perusahaan tidak boleh langsung memberikan SP terakhir tanpa melalui tahapan SP I dan SP II terlebih dahulu.

4. Risiko Hukum Jika Langsung Diberikan SP Terakhir

Jika perusahaan langsung memberikan SP terakhir tanpa melalui proses bertahap (tanpa dasar pelanggaran berat):

Kesimpulan

Pengecualian di mana perusahaan dapat langsung memberikan Surat Peringatan (SP) terakhir atau bahkan langsung melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa melalui tahapan SP I, II, dan III. Pengecualian ini diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 (sebagaimana telah diubah dengan UU Cipta Kerja) dan aturan turunannya, khususnya terkait pelanggaran berat atau keadaan tertentu. Berikut adalah situasi yang menjadi dasar pengecualian:

1. Pelanggaran Berat

Perusahaan dapat langsung memberikan SP terakhir atau melakukan PHK tanpa melalui tahapan SP jika pekerja melakukan pelanggaran berat seperti:

Poin-poin ini sebelumnya diatur dalam Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003, namun ketentuan ini sudah dibatalkan oleh Putusan MK No. 012/PUU-I/2003. Meski begitu, dasar pelanggaran berat biasanya tetap diatur dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), sehingga masih bisa dijadikan dasar untuk memberikan sanksi langsung.

2. Ketidakmampuan Pekerja yang Terbukti Secara Nyata

Perusahaan dapat langsung mengambil tindakan tegas jika pekerja:
Tidak mampu menjalankan pekerjaan sesuai perjanjian kerja dalam waktu tertentu, meski sudah diberikan kesempatan untuk memperbaiki.
✅ Melakukan kelalaian fatal yang berdampak pada kerugian perusahaan atau keselamatan kerja.

3. Pekerja Mangkir atau Bolos Berturut-Turut

Perusahaan dapat langsung memberikan SP terakhir atau melakukan PHK jika:
✅ Pekerja tidak masuk kerja selama 5 hari berturut-turut tanpa alasan yang sah dan tanpa pemberitahuan tertulis.
✅ Sudah dilakukan pemanggilan secara tertulis oleh perusahaan sebanyak dua kali tetapi tidak ada tanggapan dari pekerja.
Hal ini sesuai dengan Pasal 168 UU No. 13 Tahun 2003.

4. Pekerja Melanggar Perjanjian Kerja, PP, atau PKB dengan Dampak Serius

Jika pekerja melanggar ketentuan dalam:
Perjanjian Kerja
Peraturan Perusahaan (PP)
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
➡️ Jika pelanggaran dianggap serius dan telah diatur sebagai pelanggaran berat, perusahaan dapat langsung memberikan SP terakhir atau melakukan PHK.

5. Dalam Kondisi Khusus (Force Majeure atau Perubahan Kondisi Perusahaan)

Jika terjadi perubahan besar dalam perusahaan seperti:
Perubahan struktur perusahaan yang menyebabkan efisiensi.
✅ Kondisi force majeure seperti bencana alam, kebakaran, atau kerusuhan yang mempengaruhi kelangsungan bisnis.
➡️ Dalam kasus ini, perusahaan dapat mengambil tindakan langsung, termasuk PHK tanpa melalui proses SP bertahap.

Kesimpulan

Pengecualian terhadap prinsip pemberian SP bertahap hanya bisa terjadi jika:

Hengki Kristian Siahaan, S.T., S.H., M.H.