Apa sih tugas dan fungsi Komisaris Utama?

Tugas dan wewenang komisaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Berikut adalah beberapa poin penting terkait tugas komisaris:

1. Fungsi dan Peran Komisaris

Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perusahaan.

2. Tugas dan Wewenang Komisaris (Pasal 108 UU PT)

  • Mengawasi kebijakan pengurusan perseroan dan pelaksanaan usaha oleh direksi.
  • Memberikan nasihat kepada direksi terkait kebijakan manajerial dan operasional perusahaan.
  • Dalam keadaan tertentu, dapat menjalankan tindakan pengurusan perusahaan jika dalam anggaran dasar perseroan disebutkan atau jika direksi tidak dapat menjalankan tugasnya.

3. Hak Komisaris

  • Memeriksa pembukuan, dokumen, dan aset perusahaan.
  • Meminta laporan dari direksi kapan saja.
  • Menghadiri rapat direksi dan memberikan pendapat.
  • Jika diperlukan, komisaris bisa membentuk komite untuk membantu tugas pengawasan, seperti komite audit atau komite risiko.

4. Tanggung Jawab Komisaris (Pasal 114 UU PT)

  • Komisaris bertanggung jawab jika terdapat kelalaian dalam pengawasan yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian.
  • Jika perusahaan dinyatakan pailit akibat kesalahan atau kelalaian komisaris dalam melakukan pengawasan, maka komisaris bisa diminta tanggung jawab secara pribadi atas kerugian tersebut.

Jika komisaris lalai dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam pengawasan terhadap direksi dan perusahaan mengalami kerugian akibat kelalaian tersebut, maka ada beberapa sanksi yang dapat dikenakan, baik berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) Nomor 40 Tahun 2007 maupun peraturan lainnya.

1. Tanggung Jawab Komisaris Secara Pribadi (Pasal 114 UU PT)

  • Komisaris dapat diminta bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila dapat dibuktikan bahwa kelalaian dalam pengawasan telah menyebabkan perusahaan merugi.
  • Jika perseroan dinyatakan pailit karena kelalaian komisaris, maka seluruh komisaris dapat diminta bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk melunasi utang perseroan yang tidak dapat dibayar dengan aset perusahaan.

2. Gugatan Perdata

Pihak yang merasa dirugikan (pemegang saham, kreditur, atau pihak lain yang berkepentingan) bisa mengajukan gugatan perdata terhadap komisaris melalui pengadilan untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan akibat kelalaian tersebut.

3. Sanksi Pidana (Jika Ada Unsur Pidana)

Jika kelalaian komisaris mengarah pada tindak pidana, seperti:

  • Korupsi
  • Penyalahgunaan wewenang
  • Manipulasi laporan keuangan
  • Penggelapan aset perusahaan
    maka komisaris bisa dikenakan sanksi pidana, termasuk denda dan hukuman penjara, sesuai dengan ketentuan dalam KUHP atau undang-undang terkait lainnya (misalnya, UU Tindak Pidana Korupsi atau UU Pasar Modal).

4. Pemberhentian dari Jabatan

Jika komisaris dianggap tidak menjalankan tugasnya dengan baik atau terbukti lalai, maka pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat:

  • Memberhentikan komisaris dari jabatannya.
  • Menggugat komisaris untuk mengganti kerugian yang terjadi akibat kelalaiannya.

Jika komisaris berasal dari perusahaan terbuka (Tbk), maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi administratif, seperti denda atau pencabutan izin bagi komisaris yang terbukti lalai.

Dalam sistem hukum di Indonesia, komisaris tidak memiliki kewenangan langsung untuk memberhentikan direktur utama (dirut), kecuali jika anggaran dasar perseroan secara eksplisit memberikan wewenang tersebut kepada dewan komisaris. Namun, ada beberapa cara yang bisa dilakukan komisaris terkait dengan penonaktifan atau pemberhentian direktur utama:

1. Rekomendasi kepada RUPS untuk Memberhentikan Dirut

  • Menurut Pasal 105 dan 106 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), pemberhentian direksi umumnya harus diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
  • Komisaris dapat mengusulkan RUPS luar biasa untuk membahas pemberhentian atau skorsing direktur utama jika ditemukan pelanggaran atau kelalaian yang merugikan perusahaan.

2. Skorsing (Penangguhan Sementara) oleh Komisaris

  • Berdasarkan Pasal 106 ayat (3) UU PT, komisaris dapat melakukan pemberhentian sementara terhadap direksi jika diperlukan.
  • Keputusan ini harus segera dilaporkan kepada RUPS untuk mendapatkan persetujuan atau keputusan lebih lanjut.
  • Jika dalam jangka waktu 30 hari setelah pemberhentian sementara RUPS tidak mengambil keputusan, maka pemberhentian dianggap batal.

3. Pemberhentian dalam Perusahaan BUMN atau Tertentu

  • Untuk perusahaan BUMN, ketentuan mengenai pemberhentian direksi diatur dalam PP No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN.
  • Dewan komisaris memiliki wewenang lebih besar untuk mengusulkan atau bahkan memberhentikan sementara direksi dengan melibatkan pemegang saham (dalam hal ini negara).

Kesimpulan

Komisaris tidak bisa langsung menskors dirut secara sepihak, tetapi bisa melakukan pemberhentian sementara dengan segera melaporkannya ke RUPS untuk keputusan lebih lanjut. Jika dalam 30 hari RUPS tidak mengesahkan keputusan tersebut, maka dirut dapat kembali menjabat.

Referensi:

1.  Pasal 105 dan 106 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT)

  • Pasal 105: Mengatur bahwa pemberhentian direksi dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
  • Pasal 106 ayat (3): Dewan Komisaris dapat memberhentikan sementara anggota direksi dengan alasan tertentu, tetapi harus mendapatkan keputusan lebih lanjut dari RUPS dalam waktu 30 hari.

2. Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN

  • Pasal 15 ayat (3): Komisaris dapat mengusulkan pemberhentian sementara direksi dalam BUMN kepada Menteri BUMN.

3. Anggaran Dasar Perusahaan

Hengki Kristian Siahaan, S.T., S.H., M.H.